Bohong Besar Ahok Sosok Bersih Dan Sukses Membangun Jakarta, Ini Faktanya:

Bohong Besar Ahok Sosok Bersih Dan Sukses Membangun Jakarta, Ini Faktanya:
Bohong Besar Ahok Sosok Bersih Dan Sukses Membangun Jakarta, Ini Faktanya:


Siapa bilang Basuki Tjahaya Purnama Alias Ahok sosok yang bersih dari skandal dan sukses membangun Jakarta.

Barangkali hanya orang-orang sesat, dungu dan tak bermoral yang terus mengkampanyekan Ahok sebagai sosok bersih dan sukses membangun Jakarta. Karena faktanya jelas sangat berbeda dan tak berdasar untuk seorang Ahok yang nyatanya beringas, reseh dan grasak grusuk bau amis melakukan banyak persengkongkolan jahat, termasuk dugaan berbagai skandal keuangan dan kebijakan melokalisir orang-orang miskin untuk angkat kaki dari ibu kota.

Bohong Besar Jika Ahok Sosok Bersih
 
Skandal pembelian tanah RS Sumber Waras (RSSW)
 
Soal klaim diri Ahok sosok bersih, Kita masih ingat betul LHP BPK RI laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta tahun 2014 yang nyatanya mengindikasikan banyak kerugian keuangan di DKI. Seperti pembelian tanah RS Sumber Waras (RSSW) yang kuat dugaan melibatkan Ahok ketika menjadi Plt Gubernur DKI dan merugikan negara sebesar 191 Miliar.

Skandal pembelian bus Transjakarta
Selain itu ada pula skandal pembelian moda transportasi bus Transjakarta, 565 bus karatan dan seperti bekas didatangkan dari China dengan menghabiskan dana sebesar kurang lebih Rp 1,5 triliun, 318 bus ternyata tidak layak jalan dan hanya digudangkan saja. jIka kita berfikir waras dan jujur, masak penyimpangan anggaran dan bus sebanyak itu sebatas hanya dilakukan sampai Kadis Perhubungan saja, jelas sangat janggal.

Skandal reklamasi Pantai Utara Jakarta
Ada skandal suap oleh pengusaha pengembang kepada DPRD DKI untuk mengurangi jumlah kontribusi yang diharuskan pemprov DKI dan diketahui dalam berbagai persidangan menyebutkan keterlibatan Ahok dan asistennya, Sunny Tanudwijaya dalam proyek tersebut.

Selain itu skandal reklamasi tersebut juga ada aliran dana ke Pemprov DKI yang sifatnya pungli karena tidak memiliki landasan aturan yang jelas, apalagi dana tersebut tidak terhitung di APBD DKI sehingga pengelolaan dana tersebut seperti pengelolaan dana melalui mekanisme off budget yang jelas-jelas tidak diperbolehkan undang-undang.
 
Skandal Pembelian Lahan Cengkareng
Kasus dugaan pembelian lahan milik pemprov DKI sendiri oleh Pemprov DKI juga di duga kuat melibatkan Ahok lewat disposisinya. Hal ini mirip dengan Skandal pembelian tanah RS Sumber Waras (RSSW) yang banyak melanggar tahapan-tahapan yang tidak sebagaimana mestinya.

Skandal Kasus pembelian lahan cengkareng tersebut mengakibatkan raibnya uang negara sebesar Rp668 miliar. Selain itu, harga pembebasan lahan tersebut juga sangat mahal, yaitu Rp 14,1 juta per meter. Padahal nilai NJOP yang berlaku hanya sebesar Rp6,2 juta per meter.

Skandal Kasus pengadaan uninterruptible power supply (UPS)
Kasus korupsi pengadaan uninterruptible power supply (UPS) yang diduga kuat juga melibatkan Ahok. Diketahui APBD-P 2014 disetujui ahok dengan mengeluarkan surat “Persetujuan Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD dan Rancangan Peraturan Gubernur tentang Penjabaran Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014” yang ditujukan ke DPRD. korupsi UPS merugikan Negara Rp 81,4 Miliar.

Deretan catatan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Ahok tersebut masih banyak lagi jika mau di bongkar satu persatu, seperti dugaan korupsi Taman BMW yang membengkak hingga Rp2 triliun, terbongkarnya  Yayasan Ahok Center Mainkan Dana CSR 18 Perusahaan, Asal usul bau amis KKN pembelian rumah mewah milik Ahok di Pantai Mutiara Jakarta Utara, Berbagai konsesi dan izin-izin proyek strategis non APBD yang semuanya diserahkan Ahok kepada konglo-konglo Cina utamanya yang berafiliasi dengan Agung Podomoro Grup, masuknya nama Fifi Lety Indra dalam daftar Panama Papers, Dsb.

Belum lagi catatan dugaan kasus Ahok sebelum malang melintang di ibukota atau ketika masih di Belitung Timur. Tercatat dugaan korupsi Ahok di Belitung Timur meliputi proyek puskesmas, pembebasan lahan pelabuhan PT Timah, pembangunan jalan, pengerukan muara, dan beberapa proyek-proyek APBD lainnya. Bahkan ketika di Belitung Timur tersebut Ahok sudah pernah menjadi tersangka penambangan liar dan perambahan hutan lindung.

Lalu pertanyaan yang kerap kali muncul hingga hari ini, atau sekedar pembelaan para centeng-centeng  Ahok yang selalu bilang, mana buktinya?... kalau dia (Ahok) benar bersalah, mestinya sudah dihukum, tapi faktanya Ahok masih bebas, bukankah itu hanya fitnah belaka.

Pertanyaan diatas mudah kita jawab, bukankah selama ini Ahok memang kebal hukum, contohnya saja seorang Ahok yang menyandang kasus terdakwa tapi masih diaktifkan kembali sebagai Gubernur DKI, bahkan dicalonkan kembali sebagai calon Gubernur, padahal itu jelas-jelas melanggar undang-undang. Bukankah hukum sudah dikangkangi Ahok, lembaga negara loyo, aparatur negara tak berdaya, azas persamaan di depan hukum (equality before the law) hanya isapan jempol belaka.

Kalaupun para centeng dan cecunguk-cecunguk Ahok membantah dengan argumentasi koruptor selama ini banyak dilakukan etnis tertentu (pribumi) dan umat agama tertentu (Muslim), bukankah koruptor kelas kakap beretnis sama dengan Ahok, seperti Eddi Tansil alias Tan Tjoe Hong atau Tan Tju Fuan, Hartati Murdaya, Skandal BLBI (Sudono Salim alias Liem Sioe Liong, Sjamsul Nursalim alias Liem Tek Siong, Sudwikatmono, Bob Hasan alias The Kian Seng, Usman Admadjaja, Ongko, Sherny Konjongiang, Dsb), Andrian Kiki Ariawan, Eko Adi Putranto, David Nusa Wijaya, Samadikun Hartono, Hendra Rahardja alias Tan Tjoe Hing, Sanyoto Tanuwidjaja, Djoko Chandra alias Tjan Kok Hui, Alnton Tantular, Sukanto Tanoto, Dewi Tantular, Tony Suherman, Lesmana Basuki, Anggoro Widjojo, Maria Pauline,  Dsb..
 
Bohong Besar Ahok Sukses Membangun Jakarta

Kemudian terkait koar-koar Ahok dan cecunguk-cecunguknya yang selalu mengklaim telah berhasil membangun Ibu Kota Jakarta selama menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta jelas-jelas sebuah kebohongan besar. Fakta penggusuran semena-mena dan brutal pemprov DKI dibawah tirani Ahok telah merusak pembangunan Jakarta jauh dari rasa aman dan nyaman bagi rakyat kecil ibukota, DKI Jakarta berubah menjadi kota yang tak berbudaya, tak beradab dan tak Manusiawi.

Sepanjang tahun 2015 saja, berdasarkan data Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, ada 113 kasus penggusuran paksa oleh Gubernur Ahok. Penggusuran itu merugikan 8.315 kepala keluarga dan 600 unit usaha. Sebanyak 84 persen penggusuran dilakukan secara sepihak. Bahkan klaim Ahok yang menyatakan tidak pernah menggusur masyarakat yang tidak tinggal dibantaran sungai hanyalah bohong belaka, fakta menunjukkan ahok pernah menggusur bangunan-bangunan yang bukan dibantaran sungai seperti penggusuran di Lebak Bulus dan Pasar Minggu pada Juni 2015.

Belum lagi soal angka kemiskinan di DKI Jakarta yang terus naik, tercatat dari data BPS (Badan Pusat Statistik) menunjukan  jumlah penduduk miskin di Jakarta meningkat sekitar 30 ribu jiwa dalam 4 tahun terakhir. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2016 mencapai 384.300 jiwa dari sebelumnya 355.200 jiwa pada tahun 2012. Jumlah penduduk yang rentan miskin juga relatif tinggi, yakni lebih dari 1 juta jiwa.

Kesenjangan pendapatan antara penduduk kaya dan miskin di DKI Jakarta juga memburuk dalam 4 tahun terakhir dengan mengalami peningkatan. DKI Jakarta bahkan sebagai salah satu dari 7 provinsi dengan Rasio Gini tertinggi di Indonesia.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai indikator dasar pembangunan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan di DKI Jakarta juga relatif rendah, sekitar 0,54 per tahun – IPM tahun 2012 (77,53) dan 2015 (78,99). Sementara, rata-rata kenaikan IPM di provinsi lain mencapai hingga lebih dari 0,7, contohnya Nusa Tenggara Barat (0,8) dan Nusa Tenggara Timur (0,7). 

Pertumbuhan ekonomi di bawah rezim Ahok faktanya tidak mencapai standar atau target 7 % seperti digembor-gemborkan saat kampanye Pilkada DKI 2012. pertumbuhan ekonomi terus merosot, hanya mampu mencapai jauh di bawah 6 % ! Ahok gagal melaksanakan pembangunan DKI Jakarta.

Belum lagi serapan angaran DKI Jakarta dibawah fasisme Ahok yang rendah, pada Semester I 2015, persentase serapan anggaran hanya 22,86 persen dari total Rp 69,2 triliun. Tiga kali berturut-turut sejak tahun 2013, Pemprov DKI juga mendapatkan opini (WDP) Wajar Dengan Pengecualian dari BPK dan KemenPAN-RB juga memberikan nilai C untuk kinerja Pemprov DKI Jakarta Selama periode 2015 berada di peringkat 18 dari 34 provinsi di Indonesia.

Dibawah Rezim Ahok realisasi pendapatan daerah DKI Jakarta Jeblok, legalitas penggunaan APBD serampangan, DKI Jakarta masih tetap Banjir, Kemacetan juga dimana-mana, aksesoris-aksesoris pembangunan infrastruktur rezim Ahok (seperti reklamasi, Rusun, RPTRA, Program Rehab Sekolah, Rehab Gedung Olahraga (GOR), Program LRT, dsb) gagal total dan hanya menguntungkan kelas atas dan pemburu rente. 

Jadi dari data dan fakta terkait pembangunan ibukota oleh rezim Ahok, baik pembangunan fisik berupa infrastruktur maupun non fisik, seperti pembangunan kota yang berbudaya, beradab dan berperikemanusiaan Ahok dipastikan Gagal Total, sehingga Bohong besar jika Ahok beserta cecunguk-cecunguknya  tetap ngotot mengklaim diri sukses bangun Jakarta.
Previous
Next Post »