MENCIUM KELOMPOK YANG SAMA DALAM SKANDAL PELINDO II, SKANDAL FREEPORT DAN SKENARIO KILANG LAUT MASELA

pelindo freeport blok masela
Syukron Zonde 
(Ketua Front Nasionalisasi Freeport Jateng) 

Mendiskusikan masalah Keberadaan Freeport di Papua, Berbagai Skandal di Pelindo II, dan Masalah pengembangan pembangunan kilang ladang Masela memang cukup asik dan seru, pasalnya diseputar isu tersebut sebenarnya dapat dijadikan cermin kebijakan pro kontra kepentingan nasional versus kepentingan kapitalisme global, atau kepentingan kerakyatan versus kepentingan korporasi raksasa internasional. 

Dari dua pertarungan kepentingan tersebut, sebenarnya cukup mudah untuk membaca dan mengambil posisi dimana, dan apa yang yang harus dilakukan jika acuannya adalah amanah konstitusi Republik ini, tentu saja jika kita mau jujur, pasti akan berada pada posisi kepentingan Nasional dan kepentingan Kerakyatan. 

Namun ternyata faktanya tidak demikian, dari kerasnya tarik ulur pertarungan tersebut, seperti biasa dalam setiap isu dan kasus-kasus besar yang terjadi, pasti ada sisi gelap tangan tangan serakah yang mencoba mengambil keuntungan dari setiap dinamika-dinamika besar tersebut. 

Mari kita urai dan sambungkan fakta-fakta yang tercecer tersebut menjadi sebuah alur cerita yang utuh dan masuk akal sehingga dapat menjadi perhatian publik bersama. 

SKANDAL PELINDO II 

Pertama adalah soal isu Dwelling Time di Pelindo II yang cukup menguras perhatian publik kita, dan ini wajar saja karena memang Pelindo II mempunyai kewenangan mengelola pelabuhan utama di negeri ini yang menyangkut daya saing ekonomi bagi suatu bangsa, utamanya dalam persaingan perdagangan Global. 

Peran Pelindo II tersebut begitu sangat strategis menjadi jembatan tersendiri dalam penguasaan sektor ekonomi Nasional kita, sehingga semua pihak menjadi sangat berkepentingan dalam menguasai sektor pelabuhan tersebut. 

Misalnya saja kasus privatisasi anak perusahaan pelindo II, yakni Unit Terminal Petikemas (UTPK) Pelabuhan Tanjung priuk, yang kemudian berganti nama menjadi Jakarta International Container Terminal (JICT) yang terindikasi terjadi mega skandal korupsi di kasus tersebut, ada juga soal skandal Dwelling Time yang dalam sektor tersebut ada perputaran uang ratusan miliar perharinya, Belum lagi soal penguasaan Terminal Peti Kemas (TPK) atau lapak-lapak di pelabuhan Tanjung Priok. Maka sudah pasti melihat manisnya pelindo II tersebut banyak pihak sangat berkepentingan. 

Skandal di Pelindo II yang masih cukup update adalah soal sepak terjang dirut Pelindo II RJ. LINO yang sudah menjadi tersangka KPK soal korupsi pengadaan quay container crane (QCC). 

Skandal RJ.Lino ini cukup menarik dan sudah menjadi rahasia publik, karena sebelumnya seorang RJ. Lino yang hanya sekelas dirut BUMN dapat menggusur Kabareskrim waktu itu, yakni Komjen Pol Budi Waseso dari jabatannya, gara-gara RJ.Lino merasa terusik atas penggeledahan kantornya oleh Bareskrim Mabes Polri yang langsung di pimpin Komjen Pol Budi Waseso, yang kemudian kasus Pelindo II ini sampai dijadikan Pansus di DPR RI. 

Namun tentu saja, RJ.Lino sebenarnya bukanlah siapa-siapa, jika tidak ada yang membekingi sepak terjangnya tersebut. Jika dikaitkan dengan peristiwa yang ada, mulai dari seorang Lino menelpon Sofyan Djalil ( Kepala Bappenas) dan Rini Sumarno (Menteri BUMN), yang kemudian berlanjut dengan Wapres Jusuf Kalla menelpon Budi waseso dan Rini Sumarno menelpon Kapolri, Jendral Badrodin Haiti, tentu hal ini rentetan peristiwa yang menyatu dari sekian peristiwa tersebut. 

Kemudian pembekingan opini juga tergolong masif membela sepak terjang RJ. Lino tersebut, misalnya saja dukungan opini oleh Faisal Basri, Erry Riyana Hardjapamekas, Rhenald Khasali, Refly Harun dan Ikrar Nusa Bhakti yang pada intinya seorang RJ. Lino adalah terbaik. 

SKANDAL FREEPORT 

Kemudian selain Pelindo II, ada isu keras lagi seputar PT. Freeport, awalnya isu Freeport tidak menjadi perhatian Nasional sama sekali di era pemerintahan Jokowi ini, namun sejak Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya, DR. Rizal Ramli menyebut menteri ESDM, Sudirman Said telah keblinger lantaran ingin mempercepat perpanjangan kontrak Freeport sebelum waktunya, maka isu itupun membesar menjadi perhatian Nasional. 

Isu Freeport pun terus berlanjut, sampai masuk pada isu pencatutan nama presiden dan wakil presiden, yang kemudian populer dengan dengan istilah “Papa Minta Saham”, namun lagi-lagi di sinyalir isu Papa Minta Saham ini tidak murni persoalan etika pejabat Negara dalam mengemban kekuasaannya. Walaupun pada akhirnya Setyo Novanto sampai Mundur sebagai ketua DPR RI dan Muhamad Reza Chalid kabur entah kemana lari dari persoalan tersebut. 

Banyak pihak meyakini, isu Freeport hanyalah pertarungan antar geng, kedua belah pihak sama-sama tidak sedang memperjuangkan kepentingan Nasionalnya, karena selain perhatian publik atas kasus Setyo Novanto dan Muhamad Reza Chalid Tersebut, publik juga meyakini bahwa sepenggal Surat bernomor 7522/13/MEM/2015 tertanggal 7 Oktober 2015 yang dikeluarkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said tersebut ada hubungan yang tidak bisa dipisahkan dari kasus usaha perpanjangan kontrak PT Freeport sebelum pada waktunya. 

Selain itu, sikap agresif Sudirman Said dalam kasus pelaporan rekaman ke MKD DPR RI itu di sinyalir kuat bukan atas kehendak sendiri, melainkan atas dorongan wapres Jusuf Kalla, bahkan terkuak juga ke publik jika ternyata Diam-diam, bos PT Freeport waktu itu, Jim Bob alias James R Moffet bertemu dengan keluarga Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), Aksa Mahmud Jusuf yang merupakan ipar Wapres JK, dan Erwin Aksa selaku keponakan JK. Publik menilai Pertemuan tersebut diduga kuat untuk memuluskan kontrak karya PT Freeport yang akan habis pada 2021. 

Namun sebagaimana kebiasaan setiap dinamika isu yang terjadi, dari dua isu dalam bingkai kasus yang sama tersebut, skandal Freeport, lagi-lagi pembekingan opini pun juga dilakukan dengan tidak berimbang, misalnya saja pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti yang justru menyebut Maroef Sjamsuddin dan Sudirman Said sebagai patriot bangsa. 

SKENARIO KILANG LAUT MASELA 

Kemudian masuk pada rangkaian fakta-fakta seputar pengembangan pembangunan Kilang Blok Masela yang lagi-lagi melibatkan Menteri kesayangan Wapres Jusuf Kalla ini, Sudirman Said. Awalnya persoalan Blok Masela ini datar-datar saja tanpa ada perdebatan yang berarti. Namun setelah Menko Maritim dan Sumber Daya, DR. Rizal Ramli menyebut ada pejabat yang keblinger karena akan membuat keputusan pengembangan 'Lapangan Gas Abadi' Blok Masela di Laut Arafuru, Maluku, dengan cara terapung demi kepentingan perusahaan migas asing, maka isu blok Masela inipun menjadi perhatian Nasional. 

Menteri ESDM, Sudirman Said sampai hari ini tetap ngotot memilih kilang terapung di tengah laut (offshore), walaupun banyak pihak dan elemen masyarakat menolak rencana kebijakan Menteri ESDM tersebut, karena bagi banyak kalangan meyakini seharusnya pembangunan kilang gas cair (LNG) di Blok Masela yang di yakini terbesar di dunia tersebut lebih bermanfaat dilakukan di Darat (onshore), bukan terapung ditengah laut sebagaimana rencana kebijakan menteri ESDM tersebut. 

Jika pembangunan kilang gas cair (LNG) dilakukan di Darat, maka selain mudah di awasi, penyerapan tenaga kerja lebih banyak, penyerapan tingkat kandungan lokal lebih banyak, ada transfer teknologi, maupun pembangunan industri petrokimia dan lainnya, Skema darat jelas dapat memberikan manfaat ekonomi (Multiplier effect) yang jauh lebih besar buat pembangunan kawasan Indonesia Timur. 

Hal ini berbeda jika di bandingkan dengan pembangunan kilang gas cair (LNG) ditengah laut, maka akan sulit diawasi, dan yang pasti yang di untungkan adalah perusahaan Migas Asing selaku kontraktor kontrak kerjasama tersebut, yakni perusahaan Inpex Masela Ltd dan Shell Upstream Overseas Services Ltd. 

Namun dari sekian argumentasi teknis dan keberpihakan Nasional tersebut, menteri ESDM, Sudirman Said tetap ngotot merencanakan pembangunan kilang gas cair di tengah laut, sebagaimana yang menjadi skenario dan kemauan INPEX dan SHELL. 

Dan sebagaimana biasanya, Kengototan Menteri ESDM tersebut selalu di tompang dengan penggiringan opini oleh para pengamat yang itu-itu juga, misalnya saja komentar Faisal Basri yang mendukung pembangunan kilang di tengah laut, dan lain sebagainya. 

Itulah fakta-fakta seputar kisruh Skandal Pelindo II, Skandal Freeport dan Skenario pemaksaan kilang Gas Cair tengah laut Blok Masela, yang dapat kita cium secara gamblang, siapa kelompok-kelompok yang bermain dalam dinamika isu-isu besar dan strategis tersebut, yang motif dan tujuannya hanya demi keuntungan pribadi dan kelompoknya, dan lebih berpihak pada kepentingan asing dari pada kepentingan Nasional dan kerakyatannya.

Demikian, 
Terima Kasih
Previous
Next Post »
Thanks for your comment