Penghargaan "Terbaik se Asia" dan "Berpengaruh Di Dunia" Sri Mulyani Itu Sebenarnya Untung Siapa?

Siapa yang tidak mengenal Diajeng Sri Mulyani Indrawati (SMI) yang sampai membuat Tuanku Jokowi kesengsem hingga mengangkat sang diajeng itu menjadi menteri Keuangan kembali paska era rezim SBY 2005-2010 yang lalu.

Banyak yang terkesima dengan SMI atas berbagai penghargaan internasional yang pernah diterimanya, walaupun banyak juga yang lebih mengenal SMI sebagai kepanjangan tangan kepentingan IMF, Bank Dunia dan bahkan dikenal karena dugaan keterlibatannya dalam skandal Bank Century 2008 yang merugikan Negara hingga triliunan rupiah karena penyelewengan aliran dana Bailout Century sebesar Rp 6,7 Triliun tersebut. Ehm..!!

SMI beberapa kali juga pernah tercatat menerima penghargaan internasional, seperti Di tahun 2006 Ia dinobatkan sebagai Menteri Keuangan terbaik Asia oleh Emerging Markets di sela Sidang Tahunan Bank Dunia dan IMF di Singapura, Di Tahun  2008, oleh majalah Forbes ia juga disebut sebagai wanita paling berpengaruh ke-23 di dunia dan Di tahun 2014, ia kembali disebut majalah Forbes sebagai wanita paling berpengaruh di dunia urutan ke-38.

SMI selain pernah menjabat menteri keuangan dari rezim ke rezim, ia juga pernah menjabat direktur eksekutif IMF yang mewakili 12 negara Asia Tenggara Dari tahun 2002 sampai 2004. Ia juga pernah menjabat Direktur Pelaksana Bank Dunia dari tahun 2010 hingga 2016. Hebat Bukan?? ..Ehm!!

Saking hebatnya SMI, Hingga membuat banyak kalangan gelap mata, menyanjung-nyanjung SMI bak pahlawan negeri karena dianggap mampu mengharumkan nama Indonesia di kancah penghargaan internasional .. Lalu apa untungnya buat Rakyat?? Sejauh Mana Keberhasilan Pembangunan Selama Ini?..

Mereviuw akhir-akhir ini saja, berbagai program yang dilaksanakan SMI faktanya Gagal Total, dari laporan INDEF misalnya, program Tax Amnesty pajak gagal memenuhi target penerimaan pajak yang hanya sebesar Rp 165 triliun, sekitar 64,8 persen dari target (Rp 107 triliun). dana repatriasi juga hanya berhasil dipenuhi 14,4 persen (Rp 144,78 triliun) dari Rp 1.000 triliun. Belum lagi aset repatriasi yang diperoleh dari program Tax Amnesty tersebut ternyata tidak berpengaruh secara signifikan terhadap likuiditas, nilai tukar, suku bunga, dan investasi.

Selain itu, selama dibawah kendali SMI ini, pertumbuhan ekonomi di tahun 2016 juga hanya 5.02 %. Hal ini jelas berdampak pada daya beli masyarakat yang melemah, angka kemiskinan dan pengangguran yang masih tetap tinggi karena kesempatan kerja rendah. Dsb. Lalu dimana hebatnya diajeng SMI jika demikian? Hayoo.. Bukankan Tuanku Jokowi minta pertumbuhan ekonomi 5,6%  – 6 %.

Belum lagi kebijakan-kebijakan terobosan SMI yang kontraproduktif dengan target-target pembangunan yang diminta Tuanku Jokowi, misalnya kebijakan pemangkasan anggaran ala operasi kebijakan Bank Dunia di Negara-negara Eropa yang sedang mengalami krisis, ujung-ujungnya apapun yang sedang terjadi pada sebuah Negara, kebijakan pemangkasan anggaran hanyalah operasi menyelamatkan kepentingan para pemegang surat utang yang nota bene asing agar mereka tetap dilunasi bunga dan cicilan utangnya oleh pemerintah Indonesia. Padahal utang-utang tersebut utang masa lalu yang tidak jelas penggunaan dan manfaatnya.

Selain pemangkasan anggaran, Subsidi rakyat pun makin menipis, ujung-ujungnya tentu kesenjangan ekonomi makin tidak karuan, maka sangat masuk akal jika beberapa waktu yang lalu ada lembaga non pemerintah yang menyampaikan laporan bahwa harta kekayaan 4 orang di Indonesia setara dengan 100 juta orang miskin di Indonesia. Belum lagi program Kartin1 yang tak jelas manfaatnya untuk rakyat secara nyata yang diluncurkan akhir-akhir ini oleh SMI, bahkan hanya terlihat lucu-lucuan dan justru mirip modus operandi kasus EKTP jilid II. Sungguh naif bukan, Padahal katanya terbaik se Asia, kok kebijakan cuma demikian, lalu kebaikan yang dimaksud buat siapa?

Kemudian belum lagi rekam jejak SMI di masa lalu yang menyimpan banyak misteri sampai hari ini, misalnya terkait Kebijakan Kementerian Keuangan Indonesia di bawah SMI yang mengadakan lelang surat utang dengan bunga yang sangat mahal bila dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia. Belum lagi rekam jejak kasus penyelundupan sepatu oleh Central Cipta Murdaya (CCM) milik Hartati Murdaya, kasus pajak PT Asian Agri milik Sukanto Tanoto, dan kasus pajak PT Ramayana Lestari Sentosa yang konon menyinggung nama SMI dalam kasus-kasus tersebut.

Gembar gembor program reformasi pajak ala Sri Mulyani pada 2010 yang pernah dibiayai dari duit utang luar negeri (Bank Dunia) sekitar  Rp 13,92 Triliun di masa lalu itu pastilah hanya program yang mubazir, tidak jelas juntrung dan targetnya jika rekam jejak SMI saja ternyata bagian dari carut marut sektor pajak itu sendiri. 

Jika sudah demikian, lalu penghargaan “Terbaik Se Asia” dan “Berpengaruh Didunia”  yang disematkan Emerging Markets dan majalah Forbes kepada SMI tersebut sejatinya terbaik dan berpengaruh untuk siapa?, jika untuk rakyat dan bangsanya jelas tidak, karena faktanya bangsa ini makin kesini justru tingkat ketergantungannya kepada lembaga-lembaga pengutang seperti Bank Dunia semakin tinggi, dan tragisnya berbagai kebijakan-kebijakan pemerintah justru hanya menuruti kemauan lembaga-lembaga donor tersebut. Mulai dari soal tata kelola Sumber Daya Alam (SDA) hingga subsidi-subsidi rakyat. 

Rakyat makin sengsara dan menderita jika kebijakan-kebijakan ala Bank Dunia dan lembaga-lembaga donor internasional lainnya terus dipaksakan melalui tangan-tangan SMI cs tersebut, apalah artinya kita mempunyai anak bangsa yang mendapat pengharagaan terbaik dan berpengaruh didunia jika kebaikan dan pengaruhnya hanya untuk lembaga-lembaga donor internasional tersebut,tidak ada manfaatnya untuk bangsa dan rakyatnya.

Menteri keuangan seperti China maupun Singapura saja tidak mendapatkan penghargaan terbaik dan berpengaruh didunia walaupun faktanya mereka mampu membawa bangsa dan negaranya lebih maju dan digdaya yang menunjukkan nasionalisme mereka lebih teruji daripada Negara ini yang konon mempunyai sosok yang berpenghargaan internasional, tapi faktanya lemah dan ekonominya kacau akibat terjerat utang yang menggunung yang diciptakan oleh anak bangsanya sendiri yang ujung-ujungnya rakyat dan kedaulatannya tergadaikan. 








Previous
Next Post »
Thanks for your comment