Ibarat Motor, Sri Mulyani Paksa Perseneling Satu Melaju 70km/jam, Ya Jebol !




 " *Saya kira untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tujuh persen juga bukan sesuatu yang sulit.”* (Jokowi, 6 Juni 2014)


Sejak kampanye Pilpres 2014 hingga masa kepemimpinan presiden Joko Widodo yang sudah berjalan tiga tahun ini, janji pertumbuhan ekonomi 7 persen sepertinya masih jauh dari harapan. Banyak pihak bahkan meyakini janji pertumbuhan ekonomi presiden Jokowi itu sulit tercapai.


Diawal pemerintahan Jokowi pada 2015 saja, pertumbuhan ekonomi hanya 4,88 persen, kemudian 2016 hanya 5,02 persen, dan 2017 hanya 5,01 persen. Sementara target pertumbuhan ekonomi untuk 2018 hanya di patok 5,4 persen, itupun banyak kalangan tak yakin akan dapat tercapai walau sudah berbagai paket kebijakan ekonomi dikeluarkan pemerintahan Joko Widodo.


Naik turunnya pertumbuhan ekonomi tentu tidak terlepas dari kebijakan ekonomi yang diambil tim ekonomi pemerintahan yang bersangkutan, gaya mengelola ekonomi harus tepat seperti seseorang ketika mengendarai sepeda motor dengan tranmisi manual, gigi perseneling yang didalamnya berisi gerigi-gerigi yang saling terkait dan komponen-komponen lainnya itu harus sesuai dengan kecepatan dan tenaga laju motor yang sedang dikendarainya. Jika tidak sesuai gigi perseneling, pasti laju motor tidak akan berjalan dengan baik dan akselerasi kecepatan laju motor yang diperolehpun tidak sesuai, jikapun dipaksakan pasti gigi motor bisa hancur bahkan mesin motorpun jebol.


Begitupun ketika pemangku kebijakan mengelola ekonomi negara, kalaupun dipaksakan dengan target pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sementara di sisi lain kebijakan yang diambil justru tidak sesuai dengan akselerasi kecepatan yang sedang berjalan dan di harapkan, maka besar kemungkinan faktor-faktor pertumbuhan ekonomi akan rontok, misalnya memangkas anggaran dan mencabut subsidi disaat ekonomi melemah, daya beli melemah, ya otomatis investasi juga rendah, berbagai insentif memacu investasipun tak akan maksimal, dsb bahkan besar kemungkinan akibat kotradiksi-kontradiksi kebijakan itu justru berujung pada jebolnya perekonomian nasional.


Salah satu contoh kebijakan ekonomi yang bisa berpotensi besar membuat ekonomi jebol adalah "kebijakan pengetatan" (austerity policy)  ala menteri keuangan saat ini, Sri Mulyani Indarwati (SMI). Bagaimana tidak, Disaat ekonomi melambat dan target ekonomi tinggi dan disaat itu pula justru kebijakan "pengetatan anggaran" dilakukan, yang terjadi justru sebaliknya, ekonomi kian berat akibat semakin melemahnya daya beli dan dikhawatirkan banyak kalangan kondisi ekonomi semakin tak menentu kedepannya dan berpotensi jebolnya perekonomian Nasioal. Ibarat laju motor, perseneling satu dipaksa melaju dengan kecepatan 70 km/jam, tak ayal gigi motor rontok dan mesin jebol. Dalam konteks pertumbuhan ekonomi, belanja pemerintah menyusut, investasi stagnan, ekspor melambat dan daya beli melemah, ya perekonomian negara bakal wassalam kedepannya.


Pada APBN 2016 kebijakan SMI memotong anggaran hingga sebesar Rp183,82 triliun. Sementara dipertengahan 2017 ini pemotongan anggaran sebesar Rp. 16 Trilliun kembali dilakukan. Di sisi lain, disaat ekonomi stagnan, daya beli melemah dan investasi belum bergairah tersebut, kebijakan SMI justru semakin kontraproduktif dengan mengejar pajak, padahal jika tim ekonomi pemerintahan Jokowi memprioritaskan genjot pertumbuhan ekonomi dengan memacu menggeliatnya perekonomian nasional pasti penghasilan pajak dengan sendirinya akan membaik. Tapi faktanya yang terjadi sekarang justru sebaliknya, kalangan usaha sulit akibat melemahnya daya beli, sementara masyarakat juga susah akibat harga-harga kebutuhan dasar hidupnya tinggi, TDL, BBM, Elpiji, dsb. Tragisnya lagi tak ada kebijakan terobosan yang mampu meminalisir kesulitan-kesulitan kondisi ekonomi tersebut.


Ambisi Presiden Jokowi yang menargetkan pertumbuhan ekonomi setidaknya mendekati angka 7 persen sebenarnya bukan sesuatu yang mustahil, toh ibarat sebuah kendaran, laju motor yang kita punya sebenarnya mampu melaju dengan target yang kita inginkan, sejauh si pengendara mampu mengakselerasikan laju kecepatan motor tersebut dengan tepat antara kecepatan dan perseneling yang akselerasikan.


Inipun sama dengan target-target ekonomi yang ada, jika saja kebijakan-kebijakan tim ekonomi pemerintahan Jokowi, utamanya Sri Mulyani mampu menciptakan kebijakan terobosan dan berani ambil kebijakan yang pro pertumbuhan ekonomi. Ibarat orang naik motor dengan laju kecepatan mendekati 90 km/jam ya jangan pakai perseneling dua kalau tidak ingin gigi hancur dan mesin jebol. Mestinya dengan kecepatan 90km/jam, SMI memakai gigi empat agar diperoleh akselerasi kecepatan dan tenaga yang sesuai dengam mesin motor yang ada, target pertumbuhan ekonomipun bakal tercapai.


Beberapa contoh kebijakan akselerasi yang sesuai agar pertumbuhan ekonomi membaik adalah dengan memacu perekonomian melalui kebijakan-kebijakan, contoh yang sudah pernah dilakukan pemerintahan sebelumnya adalah melakukan pembangunan dengan skema Build Operate Transfer (BOT) dan Build Own Operate (BOO), juga dengan revaluasi asset, sekuritisasi asset, dsb. Selain itu juga dibutuhkan pula kebijakan-kebijakan strategis yang dapat memacu daya beli, contohnya mengganti sistem quota dengan sistem tarif, utamanya untuk barang-barang pangan impor. Mendorong laju kredit hingga mencapai 15-17 persen, Dsb. Perlu kebijakan-kebijakan atraktif lainnya agar pertumbuhan ekonomi menggeliat, sekali lagi, ibarat mengendarai motor, selain cara-cara mengatur tranmisi gigi dijalan lurus,  harus juga ada inisiatif ketika mengendalikan tranmisi ketika di jalan tikungan agar tetap diperoleh laju motor yang seimbang.
Previous
Next Post »
Thanks for your comment