Paska Konsolidasi Politik Elit, "Jadi Masalahnya Ekonomi, Bodoh"

Pemerintahan Jokowi Sukses Konsolidasikan Kekuatan Politik Elit

Banyak pihak mengakui tiga tahun pemerintahan Jokowi telah berhasil melakukan konsolidasi politik elit. Partai-partai seperti PDIP, Golkar, Nasdem, PPP, PKB, Hanura, PAN dan PKPI secara terang-terangan menjadi partai pendukung pemerintahan.


Sementara Demokrat lebih berhati-hati melakukan manuver politik, bukan oposisi dan bukan pula partai yang secara penuh mendukung pemerintahan, hanya PKS dan Gerindra yang secara terang-terang sering berbeda pandangan dengan pemerintahan Jokowi.


Besarnya dukungan partai-partai terhadap pemerintahan Jokowi membuat perjalanan pemerintahan Jokowi sangat diuntungkan, banyak kebijakan pemerintahan Jokowi berjalan mulus tanpa kendala dan hambatan yang berarti, termasuk hambatan yang datang dari parlemen.


Kebijakan pemerintahan Jokowi soal pencabutan 100% subsidi BBM kecuali solar yang masih disubsidi Rp.1000/liter, pencabutan 100% subsidi Tarif Dasar Listrik 900VA, pencabutan subsidi elpiji, genjot pajak, UU pemilu, Utang Luar Negeri yang membengkak hingga Rp. 3.700T (Juli 2017), dsb, dapat dikatakan mulus tanpa ada hambatan yang berarti dari parlemen walaupun itu kebijakan yang tak berkualitas.


Padahal jika direzim-rezim sebelumnya kebijakan yang terkait erat dengan hajat hidup rakyat banyak tersebut sering memunculkan polemik politik hingga protes keras publik jika kebijakan tersebut dirasa sangat merugikan dan memberatkan rakyat dan keuangan negara.


Selain itu, kekuatan kelompok-kelompok Islam yang menjadi presure group yang begitu masif di 2015 dan 2016 yang dipicu arogansi mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama yang kemudian menyasar ke pemerintahan Joko Widodo di 2017 nyatanya juga mampu dijinakkan oleh pemerintahan Joko Widodo. Kelompok-kelompok Islam pelan tapi pasti gerakannnya terus melemah dan cenderung mulai kompromis dengan pemerintahan Joko Widodo di 2017. Itulah sukses besar Tiga Tahun Pemerintahan Joko Widodo dalam mengendalikan eskalasi politik ditanah Air.


Pemerintahan Jokowi Masih Gagal Dalam Membangun Ekonomi


Ketika dalam Tiga Tahun kebelakang pemerintahan Jokowi sukses melakukan konsolidasi kekuatan politik elit dan kelompok-kelompok Islam yang selama ini menjadi kekuatan penekan di pemerintahannya, tapi tidak untuk kebijakan ekonomi.


Pemerintahan Jokowi justru masih gagal dalam membangun ekonomi yang menjadi janji-janji kampanyenya pada kampanye Pilpres 2014 silam.


Salah satu contoh janji kampanye Presiden Jokowi adalah pertumbuhan ekonomi 7% untuk 2018, tapi nyatanya kini dipangkas hanya 5,6%, itupun diprediksi banyak ahli ekonomi bakal sulit terwujud karena kebijakan makro ekonomi Tim Ekonomi pemerintahan Jokowi yang "Super Konservatif". Paling banter pertumbuhan ekonomi pemerintahan Jokowi hanya diangka 5%, itupun tak berkualitas karena menggunungnya hutang diera Jokowi.


Salah satu contoh kebijakan ekonomi yang super konservatif tersebut diantaranya adalah kebijakan menggenjot pajak disaat ekonomi melambat. Belum lagi kebijakan potong anggaran dan naiknya beberapa tarif hingga semakin membuat ekonomi tertekan, daya beli masyarakat anjlok hingga berpengaruh pada permintaan produksi dan ujung-ujungnya pertumbuhan ekonomi melemah. 


Pertumbuhan konsumsi rumah tangga menurut catatan BPS memang terus melambat dari 5,15% pada 2014 menurun ke 4,93% pada 2017. Realisasi penyerapan tenaga kerja juga menurun 141ribu pada QI 2017 (BKPM), dan berbagai kesulitan-kesulitan ekonomi lainnya yang sangat masuk akal argumentatifnya kenapa pertumbuhan ekonomi stagnan? dan bahkan secara kualitas sebenarnya mengalami pelemahan-pelemahan.


Belum lagi realisasi APBN yang tersedot hanya untuk bayar hutang plus bunganya termasuk melalui kebijakan austerity/pengetatan, Rp. 512 T untuk bayar utang+bunga yang merupakan urutan pertama alokasi APBN 2017, sementara anggaran Infrastruktur yang jadi andalan program pemerintahan Joko Widodo justru hanya mendapat alokasi anggaran Rp. 387 T.


Kegagalan Ekonomi Menjadi Ancaman Nyata Jokowi Pada 2019 Mendatang

Berbagai kesulitan dan bahkan kegagalan-kegagalan pembangunan ekonomi pemerintahan Jokowi selama 3 Tahun ini menjadi ancaman serius Jokowi pada 2019 mendatang, yakni momentum Pilpres Jokowi untuk dapat kembali memenangkan kompetisi pesta politik lima tahunan tersebut 2019-2024.


Sangat mungkin, kegagalan-kegagalan pembangunan ekonomi oleh pemerintahan Jokowi, mulai dari pertumbuhan ekonomi yang lemas, utang yang menggunung, hingga defisit APBN yang terus membesar menjadi amunisi lawan-lawan politik Jokowi untuk 2019 yang akan datang.


Masih lekat di ingatan kita, bagaimana seorang William Jefferson Blythe III, atau akrab disapa Bill Clinton memenangi Pilpres AS pada November 1992 yang kala itu mengalahkan calon incumbent, George HW Bush yang didukung penuh partai Republik.


Waktu itu Bill Clinton melalui staf analisis politiknya, James Carville berhasil memenangkan pemilu AS pada 1992 hanya dengan memanfaatkan kegagalan Bush dalam mengelola ekonomi, bahkan Bush gagal mencegah resesi ekonomi yang melanda AS. James Carville cukup menggunakan tag line " _*It's The Economy, Stupid' ("Jadi Masalahnya Ekonomi, Bodoh") akhirnya George HW Bush pun tumbang.


Pelajaran pemilu AS pada 1992 tersebut mestinya jadi pengalaman Jokowi beserta *_*think  thank nya (pembisik)*_* untuk lebih bertindak cerdas dan strategis, bahwa problem-problem ekonomi telah menjadi ancaman nyata keberhasilan Jokowi untuk mendapatkan kembali periode ke dua 2019-2024.


Mestinya pemerintahan Jokowi yang sudah tinggal 2 tahun lagi kedepan ini segera membenahi problem-problem ekonomi, salah satunya dengan genjot kinerja dan reorientasi kebijakan sesuai janji-janji kapanye pada 2014 yang lalu. Toh konsolidasi politik elit dan gerakan sosial yang selama 3 tahun kebelakang sempat merepotkan kini sudah cukup terkonsolidasi dengan kondusif dan cukup berhasil.


Mestinya dua tahun kedepan pemerintahan Jokowi segera membenahi ekonomi dengan cara-cara yang lebih cerdas dan produktif, salah satu caranya dengan memompa perekonomian melalui strategi dan kebijakan, salah satu contohnya bisa memompa perekonomian dengan skema Build Operate Transfer (BOT) dan Build Own Operate (BOO) ala begawan ekonomi Dr. Rizal Ramli, kemudian Revaluasi Asset dan Sekuritisasi Asset, sehingga tidak membebani APBN.


Juga dengan merubah sistem quota menjadi sistem tarif dalam kebijakan Impor sehingga harga-harga lebih terkendali, dan menggenjot laju kredit sampai 15%-17%. Juga perlunya terobosan-terobosan lain untuk memompa perekonomian agar target pertumbuhan ekonomi mampu tercapai sesuai harapan dan persepsi rakyat menjadi optimis terhadap pemerintahan Joko Widodo.


Manuver-manuver think thank Joko Widodo yang sampai saat ini masih sibuk berkutat pada isu-isu agama dan politik, apalagi sekedar isu murahan seperti konvensi Cawapres, atau susunan tim sukses untuk Joko Widodo di 2019 hanyalah mirip atraksi badut yang tak menyentuh substansi persiapan matang Joko Widodo untuk 2019 mendatang.


Siapapun cawapres dan tim sukses Joko Widodo jikalau kondisi ekonomi rakyat tertekan dan penuh kekecewaan maka hanya membuat elektabilitas Jokowi dan ekpektasi Rakyat semakin tidak karuan, sementara think thank Joko Widodo sudah terlanjur membuat Jokowi _*_mabuk kepayang_*_ hingga tanpa sadar di 2019 menjadi tahun politik yang mengakhiri periode Bapak Joko Widodo akibat kesalahan orang-orang terdekat Jokowi yang absurd dalam memahami kondisi kerakyatan dan problem kesejahteraan rakyat.

Oleh: M.  Khabib
Previous
Next Post »
Thanks for your comment